By: Cristiana Ximenes Belo
Parke Nasional Nino Konis Santana (PNNKS) telah di abaikan dari pemerintah Timor – Leste, sejak berdirinya di 2008. Namun inisiatif ini, oleh Pemerintah itu sendiri, tetapi tidak pernah, ada perencanaan dalam angaran tahunan untuk pembangunan keberlanjutan di daerah pesisir pantai mengenai sistem Manajement.
Populasi Penyu mulai menurun di Timor – Leste dan di dunia, karena itu espesies penyu menjadi binatang yang dilindungi oleh masyarakat dan negara – negara lain, termasuk negara Timor – Leste sendiri, karena di Timor – leste juga espesies binatang Penyu hampir musnah. Di tahun 2008 – 2009 pemerintah Timor – Leste bekerja sama dengan organisasi Internsional CTSP (Coral Triangle Support Partnership), Otoritas lokal dan otoritas municipalities mulai melakukan penyelitihan yang dalam untuk menidentifikasi beberapa daerah sebagai daerah perlindungan di kabupaten Lautem, yang di kategori sebagai daerah terlindungi yang yang dinamakan Parke Nasional Nino Konis Santana (PNNKS).
Awalnya dari sana, pemerintah Timor – leste mulai mendirikan kelompok konservasi untuk mengontrol daerah yang akan menjadi perlindungan. Tujuan dari pada membentuk kelompok konservasi untuk mengontrol keanekaraman hayati di laut maupun di darat, terutama espesis yang sudah mau musnha seperti spesies Penyu dan binatng lainnya.
Hasil dari penyelithan yang di lakukan dari Journalist Radio Rakambia Berkaitan dengan kegiatan volunteer kelompok konservasi yang melindungi espesis penyu, banyak keluhan, kecemasan dan kesedihan yang di samapaikan oleh kelompok tersebut, namun demikian mereka sangat membutuhkan bekerja sama dengan Institusi pemerintah Timor -Leste, maupun Ajensi Nasional dan Internasional mengenai sistem manajement yang belum ada solusi. Penyelitihan tersebut, di lakukan di 3 lokasi yaitu desa Com, Lorehe 1 dan desa Muapitine. Tujuan daripada penyelitihan ini, untuk mengetahui lebih dalam tentang, masalah sistem manajement penyu, apa alasan mereka menbunuh penyu dan bagaimana proses konservasi yang di lakukan dari kelompok sukarelawan. Peneyelitihan ini dilaksanakan pada (29 Sep – 01 Oct 2022).
Aktivitas penyelitihan ini, journalist Radio Rakambia melibatkan secara langsung bersama kelompok konservasi penyu dari desa Com, melepas anak penyu yang dibibit oleh kelompok konservasi sekitar dua ratus (200), seratus lima puluh (150) butir telur yang menyetas, seratus tiga puluh lima (135) yang berhasil mengembalikan ke habitat asal dan 15 ekor yang mati karena kurangnya suplay makanan seperti telur ayam, tempat pengembangbiakan anak penyu ukurannya sempit dan anak penyu yang baru menyetas tidak boleh hidup di air yang kotor, tetapi perlu hidup di air yang bersih pembibitan berlangsung dan juga setiap jam air perlu ditukar, itu terjadi pada saat proses.
Penyelitihan media tersebut, mulai dengan Keangotaan kelompok Konservasi dari desa Com. Kelompok yang melindungi anak dan telur penyu ada lima puluh tiga orang (53) yang berasal dari enam (6) dusun. Kegiatan konservasi itu dari awalnya mereka bersama dengan CTSP melakukan kegiatan penyelitihan di daerah perlindungan keanekaragaman hayati. Pada tahun 2013 CTSP menyerahakan kelompok konservasi ke tangan Conservation International (CI) saat ini, kelompok konservasi masih di bawah pengawasan CI. Dan CI sendiri menorganisir kelompok konservasi untuk melindungi bibitan telur penyu dan mentandai tempat potensial espesis yang dilaran dari pemerintah Timor – Leste.
Menurut pengamatan penyelitihan yang dilakukan dari Journalist Radio Rakambia di empat lokasi (4) yaitu, desa Com, Lorehe 1, Muapitine dan juga di pasar Lautem, bahwa benar espesies dagin Penyu dan telur mulai tidak kelihatan di tempat tersebut, yang biasanya jual dan komsumsi. Masyarakat dari tiga desa tersebut jujur bahwa dulu mereka bunuh dan menkosumsi dagin dan telurnya di tahun sebelumnya.
Kelompok konservasi keanekaragaman hayati dan perikanan dari Desa Com.
Observasi yang dilakukan para penyelity, daerah pesisir pantai Com sangat potensial untuk parawisata. Namun kini belum ada solusi yang dirasakan dari masyarakat dan kelompok konservasi tersebut. Tetapi yang dirasakan adalah tantangan dan pembatasan. Oleh karena itu, kelompok konservasi dari Com, mengusulkan kepada pemerintah Timor – Leste dan Ajensi datanglah berkoloborasi bersama.
Namun demikian, Kelompok Konservasi Perempuan dari Com, mencemaskan terhadap tantangan ketika beroperasi telur penyu di malam hari. Meskipun ada halangan, mereka masih memiliki semangat bersama, untuk berjuang kedepannya akan lebih baik.
Domingas Tilman berkata, “ Saya melakukan kegiatan ini, ada hambatan, ketika anak ku yang kecil masih tidur ditingalkan di rumah, titip ke anak tentanga, tolong jaga dulu adik tidur di rumah, karena kami harus jalan menjaga penyu.
Kalau jamnya penyu keluar bertelur kita juga harus berusaha, datang lebih awal menungu supaya orang tidak boleh ambil dan anjing tidak merusak telurnya. Kami tahu kapan penyu keluar untuk bertelur, hanya dilihat dari tanda bulang seperti paying, kami tahu bahwa penyu akan keluar bertelur, saat jam 20.00 Pm, datang menungu melakukan observasi dipngir pantai sampai jam 4 Am. Kadang bisa dapat dua (2) atau satu (1) ekor penyu, Kalau ada keuntungan satu kali telur kita bisa dapat seratus emapat puluh (140) butir telur, seratus lima puluh (150) kadang menurun lagi ke sembilang puluh (90) kadang dia naik lagi ke seratus lima belas (115) atau seratus tiga belas (113) butir telur. kalau dapat segera pindahkan dari pesisir pantai ke tempat sementara untuk amankan, di daerah yang kering. Meskipun sudah simpan di tempat yang aman, tetapi jantunnya masih berdebar, lihat kiri, kanan, takut nanti pulang ada orang yang datang bisa ambil. Ini kita akan rugi besar, karena penyu hanya datang bertelur satu kali saja, bukan tiga kali atau empat kali.
Dulu pernah, orang datang mencuri di malam pertama ambil dua tempat dan malam kedua ambil tiga tempat sekaligus, saya sampai menangis, karena bekerja itu bikin kita cape sekali, jika telur penyu simpang di situ untuk makan, tidak apa apa, ini bukan untuk dimakan tetapi untuk dilindungi. Pembibitan ini lakukan untuk masa depan anak – anak, bukan untuk kami yang sudah tua.
Sampai, sampai orang asli dari Com itu sendiri, tidak mengenal anak penyu yang bagaimana, mereka cuman tahu penyu yang besar datang bertelur dibunuh, itu yang mereka kenal, ketika mereka datang kunjung ke tempat konservasi yang kami lakukan ini, kaget melihat anak penyu. Saya mengatakan kepada mereka, jika kita melindungi, anaknya seperti ini.
Meskipun ada banyak halangan, kami tetap bersusaha, melindungi penyu sebanyak munkin. Supaya pemerintah juga mengakui bahwa di tempat ini, ada banyak konservasi penyu. Dan kami ada harapan besar untuk melindungi yang baik, supaya bisa menrik perhatian orang lain datang kunjung. Di Negara lain bisa kenapa kita tidak bisa.”
Kelompok Perempuan Konservasi dari Com Meminta Bantuan Pagar untuk melindungi Penyu.
Domingas meminta, “Kami ada rencana untuk memperbaiki tempatnya lebih baik kalau ada orang datang mengambil foto harus membayar. Saya mohon, kepada pemerintah Timor – Leste dan ajensi nasional dan internasional yang mau memberi bantuan, tolong bantulah kami dengan materials untuk pagar konservasi, kalau pagar sudah ada, Penyu bisa bertelur dengan nyaman, kami tidak perlu ambil dan pindahkan tempat lagi, biar aja di situ kami hanya monitor saja.
Kami mohon, kepada temana teman, tidak diperbolehkan menbawa benda apa saja termasuk akar kayu yang pahit kedalam tempat yang kita sudah lindungi. Kami dari kelompok konservasi ingin membiarkan ikan kecil tungu samapi besar baru ambil.
Sebernarnya bekerja ini, untuk laki laki, tetapi kami melihat bawah mereka jalan sendiri dan kami yang perempuan hanya dirumah saja. Lebih baik datang bantu mereka, kalau ada sesuatu pelajaran kami ingin belajar juga, jangan kesempatan ini untuk mereka yang laki laki saja.”
Kelompok perempuan konservasi dapat kesempatang training bagaimana cara mengelolah telur penyu.
“Kami dapat training konservasi ini dari kakak Jose Monteiro dan Alkaterio Abril. Mereka melatih kami praktek bagaimana caranya memindah telur penyu ke tempat sementara, dengan mengunakan alat pengukur untuk mengetahui panjang lubang telur penyu dari bawah ke atas berapa, supaya nanti kita pindah ke tempat baru, harus sama ukurannya yang asli. Estandard ukuran lubang yang kami temukan ada dua meter (2 m), Jika kita tidak mengukur lubangnya, yang asli nanti hasil dari lubang baru yang kita siapkan tidak samapi 2 meter, anjing bisa keluarkan.
Prosses pecahnya telur Penyu, lama waktunya dua (2) bulang. Jika telur pecah kami harus mengontrol semaksimal munkin, siang dan malam soalnya ada tanda bau, takut anjing datang merusak. Trus tempat pindahan ini, bukan tempat yang asli, karena itu, ada yang mati, ada yang busuk dan ada yany hidup. Kami hanya menghitung telur yang ada, kadang mencapai 260. Tetapi kalau menyetes hanya ada seratus empat puluh (140) atau seratus lima puluh (150).
Sehabis mengalih butir telur penyu yang menyetes, ambil air laut untuk cuci anak yang hidup setelah itu offer lagi ke tempat yang baru dan bersih dan menghitung kulit telur berapa yang pecah, dan berapa yang busuk untuk melapor ke kakak Jose Monteiro dan Alcaterio Abril.” Kata Domingas
Kegiatan prioritas yang dilakukan dari kelompok konservasi dari PNNKS Desa COM, adalah Penyu, Dugong dan Sea grass ( rumput laut). Sea grass adalah makanan yang bermanfaat bagi penyu dan dugong.
Ketua kelompok sukarelawan Konservasi penyu, dari desa Com, Raul Pereira Mendes menyatakan,“ Aktivitas utama yang kami lakukan adalah proses pembibitan telur penyu dan rencana berikutnya adalah Dugong dan Sea grass ( rumput laut). Konservasi Dugong juga kami telah menandai warna kuning, dari pesisir pantai kedalaman laut, bahwa kita sudah konservasi untuk melindungi daerah potensial spesies dan juga menbatasi orang mencari ikan dan siput di tempat tersebut.
Bukan melarang orang tidak boleh masuk disitu, tetapi kami melarang jangan lempar dan Tarik jarring ikan disitu, karena kami sedang konservasi Rumput Laut untuk makanan penyu dan dugong. Kegiatan ini, lakukan di tiga lokasi Com, Tutuala dan Lorehe 1.
kegiatanPertama, kami melakukan sosialisasi dari banyak aspek dengan komunitas, dari situ kami mulai mengelola dan bekerja sama dengan autoritas lokal, municipality, nasional, CI dan CTSP untuk menindentifikasi daerah terlindung yang kesepakatan bersama. Bukan hanya agency dan pemerintah sendiri, tetapi atas persetujuan semua masyarakat. Dan kami melihat Masyarakat mulai memliki kesadaran sendiri, karena itu, di tahun 2013 kami melakukan peresmian.
Di tahun 2015 kami mulai konservasi penyu. Setelah itu muncul lagi dugong yang di identifikasi dari CI. Tujuan dari pada konservasi ini, mau melindungi espesies dari laut seperti dugon, Penyu, Coral dan Buaya. kami melakukan aktivitas ini hanya sukarela.
Dulu kami menbunuh penyu ambil telur dan daginnya makan , ketika penyu keluar untuk bertelur, Tetepi akhirnya kami sadar, setelah CTSP, CI dan Staff teknik dari Menteri Pertanian, Perikanan dan Perkebunan, mereka menbagikan informasi bahwa di seluruh Negara penyu sudah musnah dan hanya tingal kulit dan gambarnya saja. Jadi kami sadar, ya betul sekarang kita makan dagin penyu tetapi kedepannya akan musnah, keturunan kita tidak akan mengenal penyu yang mana, dan mereka akan hanya tahu gambarnya saja, jika kelakuan seperti yang kita lakukan ini masih lanjut. Karena itu kami ada kesadaran ingin menjadi volunteer, untuk melindungi telur penyu. Saya sangat berterima kasih atas inforamasi yang telah menyadarkan dan menambah wawasan kami.”
Ketua kelompok sukarelawan Konservasi penyu, dari desa Com, mengusulkan kepada pemerintah Timor – Leste dan Ajensi mengadakan UU yang melindungi para kelompok konservasi dan juga menyempatkan orang di posisi yang benar.
“Problem yang kami hadapi, orang mencuri kami melindungi, ini sangat berbahaya, kadang kala kami pergi menjaga orang pikir kami untuk menbunuh mereka, orang juga mengitip kami. Kalau kami pergi ke laut orang lain juga pergi, orang lain pergi untuk mengambil, kami pergi untuk menjaga, ini yang tatangan besar buat kami sekarang. Kami ingin semuanya merasa aman. Perlu undang undang (UU) global untuk melindungi kami. Kami perlu undang undang dari basis, bukan dari atas, kalau dari atas tidak akan cocok, bisa susah. UU dari basis akan mengambil dari 2 aspek, aspek budaya dan gereja, bisa mengakumulasi menjadi sebuah undang undang perikanan.
Yang menjadi tantangan adalah telur penyu kita ambil di malam hari dan harus pindah ke tempat konservasi sementara, karena itu saya mengusulkan adakan pagar untuk tempat penyu bertelur, kalau boleh satu kilo dua ratus meter (200 m). ini yang menjadi sala satu hamabatan besar, kami saling merebut dengan anjing, sebenarnya tempat yang mereka bertelur itu sangat asli, lebih baik kita tidak usa pindah. biar dia hidup original di tempat sana. Alasan disini pindah karenaa orang curii dan merusak. Tempat yang kita lihat sekarang ini kami pindah dari pesisir pantai untuk perlindungan, orang tidak boleh masuk.
Saya menyarankan kepada ajensy dan pemerintah Timor – Leste, jangan campur barang- barang misalnya area konservasi perikanan, dia harus di perikanan jangan campur lagi di pertanian. Yang dari konservasi harus taru investment yang lebih besar. Karena kita dilihat dari aspek investment, yang akan datang hanya parawisata dan konservasi. Peranan dari Konservasi adalah untuk konservasi preservasi setelah datannya Turis, ini yang saya pikirkan, kalau bisa berikan tangan untuk kita koloborasi bersama.” Bahwa Raul
Kelompok konservasi budidaya dan perikanan dari desa Lorehe 1.
Luzino Pinto Teseira dan teman – temannya dari Desa Lorehe 1, dulu menkonsumsi dagin dan telur Penyu. Karena di pikirannya bahawa penyu itu gampang menangkap dan dibunuh. Telur penyu juga enak dikonsumsi. Dia belajar makan dagin dan telur penyu sejak kecil di zaman portuguis dari Ayahnya.
“Dulu saya sendiri menangkap penyu setiap malam ketika keluar dari laut untuk bertelur. Di waktu itu, belum ada informasai tentang perlindungan penyu. Kami sering mencari penyu menbunuh dan ambil juga telur untuk menbuat sayur.
Kita manusia butuh daging, espesis ini, gamapnag menangkap dan gampannya di ambil daginnya. Malam malam kami membawah senter jalan jalan di pesisir pantai, dapat tapak kaki mencari jejak samapai dapat, pukul balik trus menbawah ke rumah bunuh.
Daging penyu rasanya enaka dibandingkan daging ikan yang lain karena kita bisa goren, bikin soup, dan bakar juga bagus dan telur yang masih mudah bisa goren sambal pake jeruk nipis dan Lombok.
Saya konsumsi dagin penyu sejak kecil, dari ayah saya di zaman portuguis sudah mulai mencari penyu, waktu itu kami tingal jauh dari pantai, kami pindah ke pesisir pantai ini, di tahun 1990. Di tahun itu banyak orang yang menbunuh penyu, tetapi setelah sosialisasi PNNKS masuk di desa ini, kami mulai sadar dan mengerti, bahwa ada UU yang sudah melarang. Bukan hanya pemerintah Timor – leste saja yang melarang , tetapi ada undang undang internasional juga. Dan penyu sebagai sala satu espesis populasi yang akan mulai musnah.
Saya bandingkan populasi penyu di tahun 1990 – 2000 itu banyak tetapi sekarang sudah tidak ada karena itu, saya juga mau melindungi dan konservasi, bertujuan untuk tetap ada untuk generasi berikutnya dan tujuan lain adalah, bisa menarik perhatian para turist datang kunjung.
Ketika saya masih muda, Pernah bermain dengan anak penyu dan berenang bersama sambil memukul air laut supaya mereka bisa bergerak, di waktu itu kira kira seratus (100) anak penyu. yang baru menetas dari telurnya di pantai. Saya ambil taru di baju kaos lalu menbawanya lepas ke dalam laut, di saat itu saya berumur 29 tahun.” Bahwa Luzino
Masyarakat desa Lorehe 1, bersedia bekerja sama dengan pemerintah untuk melarang keanekaragaman Hayati, dari laut maupun daratan. Dan mereka ada kesadaran yang dalam ingin lindungi dan konservasi daerah pesisir pantai PNNKS, di sisi lain, Koordinator perikanan meminta adakan program pelatihan untuk menambahkan wawassan mereka.
Kepala kelompok Konservasi dan Perikanan dari desa Lorehe 1, Acasio Ramos berkata. “ kelompok kami melindungi espesis dari laut dan daratan, seperti kayu mangrove, rumput laut, coral, Penyu dan Espesis laut lain. Kami melarang Mangrove bertujuan untuk melindingi masyarakat, jika laut pasang surut naik untuk menahan jangan terlalu besar, begitupun Coral dan rumput laut kami melarang untuk melindungi ikan bisa makan dan bertelur di dalamnya.
Pengetahuan konservasi ini kami dapat pelatihan dari staff perikanan nasional, teruskan ke masyarakat yang lain. Selama ini, kami melihat masyarakat pada umumnya sudah menpunyai kesadaran tidak ambil dan merusak lagi, apa yang kami sudah lindungi. kita bandingkan dulu dan sekarang sudah mulai kurang. Dulu orang merusak dan menbakar hutan sembarangan di mana saja.
Namun demikian, kami masih menbutuhkan traning untuk menambah pemgetahuan yang lebih luas lagi, di bidang Perikanan dan konservasi. Negara kita Negara baru perlu indahkan kelestarian keanekaragaman. Kita perlu melindungi kekayaan alam yang ada supaya tidak boleh hangus. Jika kita tidak peduli danmelindungi maka beberapa espesis akan musnah, di masa yang mendatang keturunan kita hanya bisa mengenal dengan gambar yang di tingalkan. Mereka tidak akan tahu apa sebenarnya Penyu itu dan espesis yang lain, dari alasan itu semu saya ingin bergabung dengan team konservasi ini.
Jika kita melindungi tembaga ini, besok lusa akan menarik perhatian dari para wisatawan akan mengunjungi Negara kita. Kalau kita tidak lindungi orang orang turist datang pun sama dengan. Karena apa yang ingin menarik perhatian orang itu adalah kekayaan keanekaragaman itu sendiri, sepertinya espesis dari laut dan darat.”
Julia Fernandes, member dari kelompok Vida Moris dan Konservasi, Berkata, “ Pada tahun 1991 – 2010 kami tingal di sini, masih ada banyak penyu, satu malam kita bisa dapat 2 atau 3 ekor, bawa ke rumah bikin sayur, tetapi sekarang ini sudah tidak ada. Kita cari tapak kaki juga tidak dapat lagi.
Saya suka konsumsi karena bangung pagi, merasa badang enak, karena itu malam malam orang suka mencarinya. Saya komsumsi sejak masih kecil. Saya orang asli sini, saya tahu komsusmsi dagin penyu itu mulai dari ayah dan nenek saya.
Tetapi sekarang sudah melarang, kami juga takut untuk berburu, sekarang hanya makan ikan dan kepeting yang dibawahkan oleh anak – anak. Undang undang (UU) sudah melarang jangan merusak keanekaragaman ayahati, jadi kita ikuti saja. lagian masih ada banyak sayur yang kita bisa konsumsi, kami mengerti karena Undang undang sudah melarang harus taati. karena populasi penyu sudah mulai hilang. Orang lain juga tidak brani mengambil, Saya mendengar dari pimpinan atasan bahawa, kalau kita ambil penyu itu harus bayar dan masuk lagi penjara, jadi komunitas disini juga mulai takut tidak ambil lagi.”
Rita da Costa, salah satu member kelompok rompong dari Lorehe 1, berkata. “Saya member kelompok rompong baru mendirikan di bulang September ini, belum mulai kegiatan, soalnya kita belum turunkan alat rompong ke laut. Saya tidak pernah masuk ke laut karena laut besar, tetapi anak anak yang ke laut, kalau mereka dapat penyu membawah ke ruma, bikin sayur tukir (RW) enak dan menjemur sebagian dagin dan telurnya mereka rebus makan, tidak di jual. Yang mereka jual adalah ikan, harganya cuman $5, $3 saja. Anak anak aku konsumsi dagin penyu sejak mereka 12 tahun.”
Dua orang kepala dusun dari muapitini dan pehefitu pesemist dengan pemerintah melarang laut dan darat yang tidak memberi solusi dan benefit kepada kehidupan masyarakat. Namun demikian menbunuh dan konsumsi penyu di desa muapitine mulai berkurang.
Menurut Kepala dusun Muapitine, Mauricio bahwa,“Pemerintah melindungi daerah Muapitine dari laut samapai darat. kita berbica tentang laut, tentang penyu semuanya dilaran karena sudah dikategori daerah PNNKS, yany terlindungan di bawah naungan pemerintah nasional. Bagi siapa saja yang yang mengambil penyu dari laut kalau lihat akan kena sansi bayar dan penjara. Seperti kuda, rusa dan kuskus termasuk penyu orang jangan bunuh sembarangan. oleh karena itu komunitas sedang susah mencari uang karena semuanya sudah dilindungi dan terlarang.
Masyarakat Ingin, menanam tanaman di kebun, tetapi traktornya tidak ada, ini yang menjadi tatangan dan susah buat masyarakat yang petani. Sampai samapai anak mereka jadi putus sekolah karena tidak ada uang untuk menbiayi lanjut sekolah.
Dulu di desa Muapitini ini, ada beberapa komunitas bunuh penyu untuk konsumsi dan menjual tiga samapai empat ekor (3 – 4) jual juga kulit dan dagingnya yang kering kadang sampai satu (1) karung, dan juga jual kus kus. Sudah satu tahun saya tidak melihat orang menjual, dulu banayak sekali, setalah penjaga kehutanan bikin parol di temapat tempat yang pemerintah lindungi, mulai sudah tidak ada lagi, karena takut UU. Sekarang anak anak hanya jualan ikan lele, kankung, sayur sayuran, kue, sate ayam bakar, ini yang saya melihat sekarang.
Di Muapitini staff lindungi hutan hanya satu orang saja, susah mengontrol di tempat tempat yang pemerintah sudah mentandai menjadi daerah perlindungan. kalau dia aktif di desa Mehara dan gunung Paicau, orang lain lewat sini, turun ke laut dia tidak melihat.
Saya tidak tahu pasti dan tidak menghitung orang menbunuh penyu di satu hari itu berapa, tetapi menurut pandangan saya, di Muapitine sudah tidak ada lagi. Tetapi dari Lautem di bagian Pairara, Rasa, Maulo dan Lospalos, malam hari mereka datang dengan motor, mereka membawa mata pancingan bilang pancing ikan tetapi, kadang mereka cari Penyu, ini yang ada. Dan kadang mereka bilang cari KUS KUS tetapi mereka mengambil kesempatan mencari Penyu.”
Kepala dusun Pehefitu, Martinus Gracia. berkata“ Kami Masyarakat di Desa Muapitine sebagai korban, karena sebagian tanah kami sudah serahkan kepeda Pemerinta, untuk dilindungi, termasuk binatang, kesuburan tanah, tetepi pemerintah diabaikan begitu saja. Kami sudah serahkan ke pemerintah, pemerintah harus kelolah dengan baik.
Kebun kami yang lama sudah di ambil sebagai PNNKS untuk menjadi pembagunan yang dilindungi. Melarang orang jangan masuk sembarangan, jangan poton kayu yang tua, merusak alam dan menbunuh binatang. Melarang masyarakat tidak boleh menjual kus kus, Moynet, penyu dari laut, tetapi pemerintah tidak menberikan solusi yang lain.
Oleh karena itu, Masyarakat menbunuh espesis seperti penyu dan kus kus, jual dagingnya supaya bisa membantu keperluan ekonomi dalam keluarga dan membiyai sekolah anak anak, seperti teman saya tadi mengatakan bahwa, sebagian anak menjadi terlantar dan jadi putus sekaolah karena orang tua mereka tidak mampu membiayai untuk menyekolahkan anak mereka.”
Perelindungan area PNNKS dibawah naungan team teknik dari ci dan staff teknik professional dari menteri pertanian dan perikanan yang ditugaskan di lautem.
Marine Field Coordinator, Alcaterio Abril Domingos, dari CI (Conservation International) yang di tugaskan di Park Nasional Nino Konis Santana (PNNKS) mengatakan. “ CTSP mulai dari 2009, melakukan penelitihan ke 7 lokasi perlindungan, maritim yang telah menstablis di PNNKS dan sumber yang CTSP ditingalkan kepada Conservation International (CI) untuk melanjutkan dari 2009 samapai sekarang.
CI ada dua Team, satu team menjalankan konservasi ke Terestre, untuk melindungi sumber dari daratan, satu team lagi untuk melindungi maritim. kita bekerja untuk observasi perlindungan sistim manajement maritim, yang mendirikan di PNNKS ini, untuk berbicara tentang konservasi yang interkoneksi dengan semua sektor seperti sektor turist. kita berbicara mengenai Turist tetpai tidak kelolah kekayan alam ini semuanya dengan baik, apa yang akan menjadi dasar pembangunan di sektor turis itu. Jika sumber naturais kita yang ada di laut dan darat semuanya bikin rusak.
Oleh karena itu, CI bersama dengan kelompok konservasi, di 3 desa yaitu, desa Com, Tutuala dan desa Lorehe 1 yang ada di Park nasional. Bekersa sama kami masih melanjutkan di 2009 sampai saat ini. Sukses yang kami lakukan bersama dengan beberapa kelompok konservasi belum mencapai target tetapi sebagian aktivitas yang kami sudah lakukan bersama adalah konservasi penyu dan team kami sendiri sudah melakukan sosialisasi mengenai konservasi penyu di seluruh desa yang sudah di kategorisasi masuk di PNNKS dan juga beberapa desa yang bertentanga. Sekarang ini ada 7 desa ( Desa Com, Bauro, Muapitine, Lorehe 1, Tutuala, dan desa Mehara) dan desa tambahan yang dibawah naungan Park Nasional adalha desa lore 2, iliomar 1, kainleu, dan desa iliomar 2. Semua desa yang tadi saya sebutkan itu CI sudah melakukan sosialisasi mengenai perlindungan penyu.”
Apa Tujuan dari pada sosialisai ini?
“Tujuan dari sosialisai ini, bagaiman bisa menpengarui dan menambah kesadaran masyarakat untuk konservasi kekayaan, bukan hanya di dalam laut saja tetapi di daratan juga, karena di sektor turism dan sektor perikanan sebagai konservasi cadangan untuk pembangunan ekonomi keberlanjutan di janka panjang.
Kalau tidak konservasi keanekaragaman Hayati , esok lusa anak dan cucu kita tidak akan mendapat kesemapatan, mereka bisa salahkan kita. Karena itu kami berkolaborsi dengan kelompok konservasi volunteer mendirikan di sini yang sangat berkomitment, mereka juga berinisiatif sendiri ingin perlindungan keanekaragaman tersebut. Lebih lebih Pneyu. Setelah melakukan sosialisasi di desa yang sudah teridentifikasi, kami juga memberi teknik dasar kepada perwakilan kelompok konservasi volunteer supaya menambah wawasan mereka bekerja yang lebih efektif, bagaimana prosess memindahakan telor penyu.
Mereka dapat informasi yang baik setelah mereka mendapat teknik dasar dari staff CI, bagaimana cara memindahkan telur penyu dari tempat original ke tempat sementara yang disiapkan dari kelompk konservasi.
Dengan alasan kita pindah dari tempat original ke tempat sementara karena, kita letakan saja di tempat original ada ancamana besar terhadap telornya. Karena ada beberapa orang belum ada pengertian, masih mengambil telor penyu dan juga binatang yang lepas bebas akan bikin rusak dan salu lagi, kalau sudah mau dekat menyetas mulai bau jadi gampang binatang lepas akan menhirup dan mengalih.
Kegiatan ini yang kami lakukan dalam waktu yang panjang, meskipun kami belum ada hasil yang se maksimal. Tetapi melalui stratejy ini mereka juga tahu bahwa, tujuan konservasi ini akan memperbanyak penyu, dan juga mengetahui bahwa kehidupan penyu tidak sama dengan kita manusia, mereka datang di darat bertelur setelah itu balik lagi ke laut, biarkan saja telornya dipesisir pantai, jadi kita manusia yang harus melindungi telor yang menyetas lepaskan ke dalam laut karena dia akan kembali ke darat ketika mau bertelor .” Bahwa Alcaterio.
Menurut Marine Field Coordinator, Alcaterio Abril Domingos, dari CI mengatakan bahwa, di Timor – Leste, ada tujuh (7) macam Penyu yang berebeda dan ada juga Penyu imigrant yang tinggal di laut timor, Mereka dapat di deteksi dari satelit teiging.
Alcaterio berkata. “ Menurut beberapa referensi yang kita dapat dari ahli bahwa, kalau penyu akan kembali ke darat bertelur itu sekitar dua puluh tahun (20) baru bertelur kembali dan kawin, ini juga menberi kita impak yang negative, jika kita terus menbunuh dan merusaknya. Dan penyu yang datang bertelur di daerah ini berasal dari daerah ini sendiri, karena penyu yang dari Negara lain dia tidak bertelurt disini.
Kalau kita merusak kita tidak menpunyai lagi. Karena itu, kita bisa mendeteksi bahwa penyu yang datang bertelur itu, adalah Penyu kita yang dari desa ini. Karena semua penyu yang ada di laut itu, bukan milik dari Timor – Leste saja, tetapi ada yang emigrant dari Negara lain yang datang mencari makanan di sini, nanti kalau dia bertelur baru kembali ke daerah asalnya. Dari situlah, Penyu yang kami mendeteksi itu ada tujuh (7) macam, espesis yang berbeda yang kita mendeteksi dengan mengunakan satelit teiging yang kita pasang di desa Com, Jaco dan desa Lore 1.
sosialisasi yang kita lakukan dari espeisis yang berbeda yaitu penyu Kikit, greentete dan oil fredlin, ada hasil yang baik, mereka sudah ada kesadaran, bukan semua komunitas tetapi ada satu, dua orang jika dapat penyu bertelur mereka kasih tahu ke kelompok konservasai datang ambil pindahkan ke tempat perlindungan sementara. Observasi untuk keanekaragaman hayati laut itu sangat penting, karena ini ada berkaitan dengan turis, jika kita tidak monitoring keanekaragaman di dalam laut dan darat, kita berbicara Mengenai Turis juga sama saja, pembangunan apa yang disana.
CI menfasilitasi traning kepada kelompok konservasi di Lautem dan juga membawa beberapa member kelompok konservasi melakukan study banding di papua, untuk menambah kapasitas dan wawasan mereka, suapaya bisa menidentifikasi laut dan rumput laut, dan bagaimana bisa mengembangkan pengetahuan mereka, apa yang telah dipelajari bisa menimplementasi kembali di desa mereka sendiri, agar supaya melindungi kekayaan keanekaragaman hayati, lebih lebih espesis Penyu.”
Menurut observasi staff teknik dari lautem bahwa, kelompok konservasai dari desa Com rajin kontrol pesisir pantai sehinga Masyarakat dari Desa Com mengurangi pembunuhan penyu. Sebaliknya, di desa Muapitine. Namun serupa, Staff teknik dari CI berencana, berusaha mencari solusi bersama dengan kelompok konservasi untuk mengontrol pembunuhan penyu di desa Muapitine Semaximal munkin.
Bahwa Alcaterio, “ Di desa Com, pembunuhan penyu sudah berkurang, kalau kita bandingkan dulu dan sekarang, karena ada kelompok konservasi yang melakukan observasi dan patrol dengan rutin di pesisir pantai, jadi tidak memberi kesempatang kepada masyrakat lain untuk mengambil dan menbunuh.
Kami sebagai staf teknik yeng ada di kabupaten Lautem, memantau dari semua desa yang di bawah naungan PNNKS, yang terancam menbunuh penyu itu, adalah desa Muapitini. Monitoring yang kita lakukan di pantai itu, mengunakan dengan tetelmonitoring mendapatkan banyak kulit penyu, ada sebagian sembunyi di lubang batu, ada yang sembunyi di daun pohon, dan ada yang menyuburkan di pantai.
Desa Muapitini ini, desa saya sendiri, desa ini yang orang membunuh banyak Penyu disitu, tetapi itu bukan berarti masyarakat yang dari desa saya itu yang menbunuh, karena saya tidak saksi mata dan tidak ada bukti yang menujukan bahwa masyarakat yang dari desa itu yang menbunuh. Kita tidak tahu siapa sebenarnya yang bunuh. Karena pantai itu juga bebas untuk mengakses, orang lain dari desa tetanga bisa datang dengan mobil dan motor, masyarakat lospalos kota juga ke sana, kita bisa mengatakan bahwa ancaman ini bukan dari masyarakat Muapitine saja tetapi dari desa tetanga juga. Dan Perkataan mereka yang sering muncul itu, adalah kami tidak bunuh penyu, burung kaka tua dan kuskus tetapi ini daging, berdasarkan dengan kata kata itu mereka terus menbunuh.
Di mingu yang lalu, saya berbicara kepada kelompok konservasi bahwa sekarang kita lebih fokus ke perlindungan penyu dan telurnya supaya orang tidak boleh ambil, dan juga coba mencari kulit yang orang sembunyi, dalam semingu atau sebulang ada berapa banyak penyu yang di bunuh supaya kita tahu datanya. Lebih lebih di tempat yang sangat terancam seperti, desa Lorehe 1 dan Muapitine ini sendiri, karena itu saya belum bisa menyediakan data yang sebenarnya. Kami hanya ada data hidup yang kita sudah konservasi dan lindungi di beberapa tahun. Sepertinya, di tahun 2018 CI aktif dengan kelompok konservasi yang ada di Com ini, sudah melindungi sembilang puluh enam (96) sankar penyu. Di akhir tahun 2021 kelompok konservasi telah melindungi dan melepas ke tempat asalnya ada sekitar seribu dua puluh empat (1024) ini tidak termasuk yang mati dan tidak menyetas.
Tetapi berdasarkan ke pertanyaan yang di minta dari Journalist Radio Rakambia, saya sedang memikirkan rencana kedepanya untuk mendirikan lagi satu kelompok kolaborasi konservasi dan staff teknik dari desa yang dekat di pesisir pantai, supaya mencari kulit penyu yang disembunyikan dan orang yang megambil juga bersembunyi, Karena itu kita tidak tahu berapa banyak yang menkonsumsi penyu. Kalau Seperti dulu bebas menjual di pasar, dari sanalah kita tahu bahwa dari keluraga ini yang bunuh dan kita bisa menganalysis, bahwa berapa orang yang konsumsi.
Tetapi ketika pemerintah kita melakukan sosialisai bersama dengan development networking seperti CI dan UNDP – ATSEA menyadarkan masyarakat, dari situlah mereka mulai takut, jika mereka menbunuh munkin dengan sembunyi, karena takut dengan hukuman keputusan No. V atau VI/2004 berbicara tentang espesis terlindungi dengan keputusan Menteri No.18/2017 di mana berbicara mengenai melindungi espesis air asin. Di UU itu pun mengatakan bahwa sansi hukuman yang menvonis akan kompesasi uang Lima ratus ribu dollar Amerika ($500.000) dan masuk penjara dua (2 ) atau tiga (3) tahun.
Bukan hanya ini saja konsekuensinya tetapi konsikuensi yang akan lebih besar lagi, jika membunuh. Karena pemimpin lokal dari desa yang di area perlindungan PNNKS sedang memikirkan akan munculkan lagi regulasi desa, supaya mengurangi perilaku manusia yang suka merusak.”
Staff teknnik CI di Lapangan Mencemasakan terhadap fasilitas dan sumber daya manusia
“Ada beberapa tantangan yang kita hadapi seperti, Park Nasional daerah yang lebih luas, tetapi datang dengan sumber daya manuasia yang terbatas, kita hanya ada enam orang (6) staff lapangan, tiga (3) orang fokal point dari desa, tiga (3) orang satff dari CI dan tidak ada fasilitas yang memadai, jadi ini adalah sala satu hambatan terhadap aktivitas yang berrelevansi dengan konservasi penyu.
Contohnya, kita sedang konservasi dan melindungi penyu di Com, namun kita harus ke Tutuala konservasi lagi di sana, jadi di Com orang akan tetap merusak karena kita ada batasnya staff lapangan.
Dan satu hambatan lagi yaitu, peralatan yang kita perlu gunakan untuk monitoring seperti, center, mereka yang berusaha sendiri, dari CI belum menyediakan. Tetapi mereka ada motivasi, cari jalan keluar menbeli sendiri. Itu tandanya bahwa ada satu, dua orang sudah ada kesadaran, dan berpikiran yang positive , ada kemauan melindungi kekayan alam, lebih lebih Penyu. Hambatan satu lagi adalah transportasi untuk laut dan darat.
Tantangan, yang tadi sampaikan dari kelompok konservasi dari Com itu benar terjadi di lapangan konservasi, kalau kita bicara mengenai konservasi penyu itu ada bahaya, karena orang lain datang ambil, kita datang untuk melindunginya. Hambatan satu lagi yang mereka hadapi adalah, pindahkan telur penyu ke tempat sementara, karena takutnya binatang yang bebas datang merusak. ini juga sala satu hambatan yang sangat besar terhadap telur penyu. Kecemasan ini bukan hanya baru kali ini saja, tetapi sejak dari awal sampai sekarang. Saya juga menbuat list bagaimana bisa menyelesaikan masalah ini. Supaya telur yang rusak jangan terjadi lagi, dimana sudah kita lindungi di daerah ini.” Bahwa Alcaterio.
Jose Monteiro sebagai staff teknik professional dari Menteri pertanian dan perikanan yang ditugaskan di desa Lorehe 1. ketika para penyeliti memintanya untuk menexpresi situasi dan proses yang terjadi di area PNNKS menurut pengamatannya.
“ Aktivitas Park Nasional mengdeklarasikan pada tahun 2008 kami berkerja untuk konservasi daerah maritim yang dilindungi secara espesifik seperti menciptakan daerah perlingdungan yang saat ini ada di park nasional, ada tujuh (7). Pada tahun 2004 kami berkerja sama dengan para ahli dari Amerika ,Indonesia ,Universitas Australia seperti universitas Charles dan organisasi swasta lainnya ,untuk mengidentifikasikan daerah dilindungi.
Daerah terlindungi ini dibangun selama dua belas tahun (12) , tidak ada keuntungan bagi masyarkat dengan alasan, material yang akan dibagikan ke masyarakat tidak ada. untuk dipakai ke tembaga yang sudah kita terlindungi, karena material tersebut harus datang dari luar negeri.
Pemerintah sudah mengdeklarasikan park nasional, sampai hari ini pemerintah belum ada rencana yang cukup memadai dan mengsuport komunitas nelayang yang ada di teritorial Timor- Leste khususnya park nasional, mereka belum ada rencana seperti kapal ,motor laut, mesin dan jarring ikan jadi mereka belum berbuat apa apa.
Selama ini mereka sedih bahwa, pemerintah membutuhkan, kami sudah melingdungi tetapi tidak ada alternatif bahwa sumber yang kami melindungi ini sampai berapa tahun baru bisa dipakai. Saya menjelaskan kepada mereka sebagai teknik dan staf biasa di menteri pertanian. Informasi pelatihan untuk mereka bahwa material ini kita tidak bisa membeli karena jumlah angarang yang ada tidak cukupdankita tidak ada kapasitas untuk mendapatkannya, mau tidak mau, harus tergangtung kepada pemerintah, inilah yang belum ada, jadi untuk kedepangnya pemerintah diperlukan untuk memberi perhatian ke komunitas yang tingal di daerah pesisir pantai maupun di bagian gunung dari park nasional ini ,bagaiman bisa mengidentifikasikan setiap kebutuhan biar mereka bisa memakai sumber ini untuk menopang kehidupan mereka di park nasional.
Jose Monteiro menyarangkan kepada pemerintah bahwa harus membuat rencana untuk membuka peluang kepada setiap pengunjung internasional.
Jose Monteiro melanjutkan. “Bagaimana pemerintah bisa membuat rencana dan membuka peluang biar pengujung dari luar negeri maupun nasional bisa berkunjung ke park nasional. Kami mengusulkan daerah yang terlindungi, bisa mendapatkan keuntungan melalui jualan ketupat ,asesoris tradisional untuk mempertahankan kehidupan masyarakat, karena selama empat belas tahun, komunitas menjadi korban dari park nasional ini, semua orang di dunia mengetahui bahwa park nasional ini pemerintah Timor – Leste melarang tidak boleh menbuat ladang berpindah pindah, tidak boleh menbunuh espesis binatang laut maupun daratan yang dapat dilindungi, tidak boleh merusak hutan, semuanya masyarakat sudah taati, tidak melakukan lagi dan merasa bahwa barang barang ini milik mereka, tetapi pemerintah tidak ada alternatif dan solusi untuk mensolusikan problem ini, bahwa penyu harus dilindungi, dilarang untuk membunuh karena mereka akan memberi keuntungan besar, ketika pengunjun dari luar negeri mengujungi di sini ,tetapi para politikus hanya datang dan berjanji di sini dari tahun 2007 sampai 2012. Komunitas disini merasa sedih karena menjadi korbang untuk park nasional ,jadi mereka harus merusak, dan membunuh untuk konsumsi, kadang dijual untuk mendapatkan uang supaya bisa mempertahankan kehidupan keluarga.
Sebab itu, team teknik dari CI dan kami yang staff teknik lapangan dari pemerintah yang ditugaskan di park nasional belum mencapai 100%, dari tahun 2018 – 2022. Sekarang saya jamin bahwa komunitas yang tingal di park nasional ini, dengan total delapan belas ribu (18.000) sudah ada rasa memiliki untuk menjadi pemilik yang akan menlindungi espsis dari laut maupun darat. kami tetap mencoba untuk meminta dukungan dari pemerintah pusat dengan ajensi yang ada kapasitas anggarang, bisa mendukung kami untuk memberi solusi di park nasional ini.
Masyarakat di park nasional ini seperti yang kita lihat, mereka tidak menpunyai pekerjaan. Mereka adalah hanya pemilik ladang, sawa dan laut. ini yang menjadi problem besar untuk mereka, pemerintah sebagai ibu dan bapa untuk mereka dan perwakilan rayat di parlamen Nasional harus membuat rencana yang baik, bisa mengsuport kepada mereka. Datangkan teknik dari nasional yang berpengalaman megenai ekolagy mengajar masyarakat bagaimana cara menanam tanaman yang baik dan benar, biar sayur ini bisa hidup dengan subur, bisa dijual sampe ke pasar masalah lainnya kita tidak ada teknik perikanan yang datang dari menteri perikanan untuk mengajar masyarakat nelayang dengan teknik untuk memancing ikan, bagaimana untuk mengoperasikan kapal dilaut.
Dengan komentar ini, saya mau memperdalamkan bahwa pantai selatan adalah laut dengan kondisi yang besar tidak seperti laut lainnya, maka dari itu ancamang besar bagi yang tidak ada pengalaman tentang nelayang. Jadi saya mengusulkan ke pemerintah datangkan teknik nelayang yang berpengalaman untuk memberi pelatihan kepada para nelayang yang ada di laut selatan. bagaimana bisa merencanakan supaya menyerapkan di basis implementasi lebih lebih di park nasional, supaya mereka bisa membawa beberapa pengalaman tersebut diberi untuk mempertahankang kehidupan sehari sehari mereka khususnya kehidupan nelayang , kita harus memberi kapal,motor laut,dan jarring dang juga mengfasilitasi mereka melalui pelatihan dengan memakai sumber laut.”
Hukum sosialisasi untuk taman nasioanal menyerapkan undang undang konvensi internasional Art.19. park nasional termasuk di Art. V tentang laut dan darat yang khusunya untuk spesies hewan di laut dan darat.
Kata , Jose Monteiro. “Ada Undang undang konvensi internasional No.14 Art.19 yang dipakai oleh perhutanan, mengunakan untuk mengimplementasi, saya belum tahu undang undang perhutanang, tetapi ketika di proses sosialisasi park nasional mereka memakai hukum konvensasi internasional ini masuk ke Art. V laut dan daratan menjadi satu paket. Untuk binatang yang ada di laut maupun daratan jadi mereka propoin ini menjadi kategori V.
Jadi mereka memakai proses deklarasi internasional sampai sekarang, tetapi pemerintah sudah melaksanakan perlindungan daratan begitu juga dengan lautan dan sampai sekarang pemerintah belum memberi solusi situasi yang baik untuk komunitas abitat delapan belas ribuh (18.000) di park nasional ini.
Sistim manajemen hampir semua laut dan daratan hangus. Dari tahun 2018 – 2020 deklarasi internasional, pemerintah tidak pernah membicarakan dan berdebat anggaran di parlamen nasional , bahwa kita taru anggaran ke park nasional supaya masyarakat di park nasioal, elit komunitas ,elit local, elit partai dan elit maksimum yang mengisikan di kabupaten tersebut ini bisa, melaksanakan untuk mebuat sistim manajemen park nasional yang baik, supaya warga bisa mengdapatkan keuntungan, tetapi tidak di laksanakan sampai sekarang .
Saya sebagai teknik dari menteri Peratanian dan Perikanan mau menyampaikan komentar saya ke pusat, parlamen Nasional dan konsultant menteri bisa menaruh anggaran tahunan, supaya kita bisa menyetujui biar warga sekitar pun bisa membuat sesuatu yang mengjadi untung bagi mereka.
Saya menyusulkan kepada Ministeriu Turismu Comercio Indutria (MTCI) (menteri para wisata) kalau bisa turung ke daerah , untuk menfasilitasi dan menberi pelatihan kepada masyarakat kecil di tingkat nasional dan Internasional, tentang parawisata, bagaimana mempersiapkan makanan yang sehat dan tempat yang nyaman untuk para pengunjung, biar ada pengetahuan bagaimana bisa dapat pendapatan dari pengunjung.
Dan Manajemen yang berhubungan dengan pesisir pantai yang ada di Timor Leste, baru baru ini kita belum mencapai 20 % karena menteri MTCI yang menjadi pemilik untuk aktivitas ini, selama 22 tahun, menteri para wisata tidak ada program yang ada di basis, Timor – Leste ada kabupaten 11 yang terletal di pesisir pantai, namun aktivitas di sebelas (11) kabupaten belum mencapai 20%. Karena mereka tidak pernah turun ke daerah ini untuk menkapasitas peningkatan kesadaran, menungjukan satu program mengenai parawisata komunitas, sebab itu di tiga daerah pesisir pantai belum ada aktivitas, ada beberapa kelompok melakukan tetapi hanya sembarangan saja, tidak masuk ke kriteria.”
ATSEA Project 2 memberi bantuan material Rompong untuk kelompok nelyan dari Lorehe 1.
“Material yang ada pada sekarang ini, kita dapat dari ATSEA nasional Dili dan ATSEA project 2 yang memberi bantuan melalui UNDP, dengan bantuan anggaran untuk manajement dengan total ($22.813.50) kepada warga Lorehe 1 dengan maksud untuk kehidupan layak atau menambahkan pendapatan ekonomi keluarga. Materialnya kami belum turunkan ke dalam laut karena kondisi gelombang laut besar dan hujan, kalau kami menurungkan akan berbahaya bagi warga. Benefisiary dari rompong ini total enam puluh orang (60) 20 orang dari permpuan, 40 orang adalah laki laki. Funsi dari rompong ini, tempat untuk menhinpung ikan.” Jose Monteiro berkata
Kelompak conservation dari Com, mempunyai mimpi besar untuk pembangunan keberlajutan di daerah pesirsir pantai PNNKS Lautem, dibagian trestres dan laut. Namun demikian mereka juga telah melepas bibitan anak penyu sekitar seribu empat ratus tuju puluh (1,470) ke tempat asalnya.
Menurut sekretaris dari Kelompok konservasi dari Desa Com, sedang berencana kedepannya mereka juga akan melindungi Espesis di daratan. tetapi sala satu hamabatan bagi mereka adalah human resource dan dana.
Sekretaris kelompok konservasi Com, Lukas Monteiro, menyatakan. “Di sini saya mau tambahakan dua point penting, pertama tentang rencana konservasi kedepannya, kedua tetap vizioner dan menyadarkan teman teman di kelompok konservasi, bagaimana kita yang tidak begitu pintar, coba menkontribusikan ide kita ke pembangunan sistim manajement sumber keanekaragaman haiyati.
Pada tahun 2021 kelompok kami sudah melepaskan penyu ke dalam laut sebanyak empat ratus tujuh puluh (470). Di tahun 2022 kita melepas lagi anak penyu ke laut sekitar seribu (1.000). jika kita semua ada kemauan di 2023, saling mendukung untuk melakukan kegiatan ini yang lebih berkembang, maka menurut rencana kami, di 2023 kami harus melepaskan anak penyu satu hari, dua ribu (2.000) ke laut.
Rencana ke depannya, setelah Perlindungan Penyu, kami akan fokus lagi untuk melindungi Espesis yang ada di daratan ini juga sangat penting. Kami akan menidentifikasi di malam hari, espesis burung yang sudah tidak ada atau hilang. Karena, kami telah sadar bahwa, bukan hanya espesis di laut yang hampir musnha tetapi espesis di daratan juga banyak yang sudah tidak ada, seperti burun Kapuas, Kakatua, burun merpati, dan burung Beo, dulu sangat banyak di tempat ini, ternyata mereka juga espesis binatang yang di daerah PNNKS, tetapi semuanya hilang karena kelakuan kita, dan masyarakat juga belum ada kesadaran untuk melindungi keanekaragaman Hayati. Di suatu hari kita juga menkontribusi di ecosystem. Setelah itu baru kita transferensi menjadi pusat turis, kira kira kita mengatur bagaimana supaya uang bisa masuk di komunitas.
Dan hambatan satu lagi adalah sumber daya manusia dan dana, karena semua investment memerlukan dana untuk development kalau kita serius. Dana tersebut tergantung rencana aktivitas kita, mau dua (2) tahun atau tiga tahun (3 tahun), kedepannya harus mencapai. Rencana harus jelas dimana pemerintah dan agency menberi kepercayaan dan mendanai aktivitas kami.
Tentang penyu kita ada banyak tantangan, pertama di tengah malam yang dingin, kita harus menungu di tempat liar, tempatnya penyu bertelur. Ada empat (4) tempat di pesisir pantai ini, perempuan yang menungu dan Kontrol, meski demikian, mereka punya semangat dan motivasi untuk menkontribusi, menurut surat keputusan diplomat bersama dari kementerian No. 12/2015. Bahwa, pembangunan ini akan berjalan kalau kita yang komunitas local aktif mengikut sertaan langsung, untuk menkontribusinya.
Tetapi di bagian lain dari Autoritas Municipal, nasional dan Ajensy juga jangan menutup mata, bahwa usaha dan kontribusi kami jangan volunteer setahun tahun. Minimal harus dekatlah dengan kelompok Volunteer konservasi ini, susah apa yang kami rasakan di lapangan. Jika ingin penghasilan ini bertambah dan kelompok ini berkembang, untuk itu kita perlu resource banyak untuk di investasikan.
Saya menyusulkan kepada pemerintah bagian dari autoritas konservasi di tingkat nasional dan municipality harus serius meninplementasikan di garis tingkat menteri (line ministerial) untuk memberi suport kepada kelompok yang sudah lama didirikan, menkontribusi terhadap pembangunan ini, karena kita mengatakan bahwa komunitas di rural areia harus mnepartisipasi. Namun sekarang ini komunitas sudah partisipasi kita masih tetap tutup mata, ini tidak ada kesimbangan.” Bahwa Monteiro
kegiatan peliputan ini berjalan karena Journalist dari Radio Rakambia/RMTL dapat berkolaborasi dan bantuan dana dari ATSEA 2 PROJECT dan AJI (Asosiasi Journalist Indonesia).
Discussion about this post